Pada setiap sistem politik Negara-negara
dunia, akan selalu dijumpai adanya struktur politik. Struktur politik
di dalam suatu negara adalah pelembagaan hubungan organisasi antara
komponen-komponen yang membentuk bangunan politik.
stuktur politik
sebagai bagian dari struktur yang pada umumnya selalu berkenaan dengan
alokasi nilai-nilai yang bersifat otoratif, yaitu yang dipengaruhi oleh
distribusi serta penggunaan kekuasaan.
Permasalahan
politik menurut Alfian, dapat dikaji melalui berbagai pendekatan, yaitu
didekati dari sudut kekuasaan, struktur politik, komunikasi politik,
konstitusi, pendidikan dan sosialisasi politik, pemikiran dan kebudayaan
politik. Sistem politik yang pada umumnya berlaku di setiap negara
meliputi dua struktur kehidupan politik, yakni, infrastrukur politik dan
suprastruktur politik.
1. Infrastrukur politik
Didalam suatu kehidupan politik rakyat
(the sosial political sphere), akan selalu ada keterkaitan atau
keterhubungan dengan kelompok-kelompok lain ke dalam berbagai macam
golongan yang biasanya disebut “kekuatan sosial politik masyarakat”.
Kelompok masyarakat tersebut yang merupakan kekuatan politik riil
didalam masyarakat, disebut “infrastruktur politik”. Berdasakan teori
politik, infrastruktur politik mencakup 5 (lima) unsur atau komponen
sebagai berikut :
a. Partai politik (political party ),b. kelompok kepentingan (interst group),
c. kelompok penekan (pressure group),
d. media komunikasi politik (political communication media) dan
e. tokoh politik (political figure).
a. Partai politik ( political party ) di Indonesia
Partai politik sebagai institusi
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masyarakat dalam
mengendalikan kekuasaan. Hubungan ini banyak dipengaruhi oleh kebudayaan
masyarakat yang melahirkannya. Kalau kelahiran partai politik dilihat
sebagai pengewajantahan dari kedaulatan rakyat dalam poltik formal, maka
semangat kebebasan selalu dikaitkan orang ketika berbicara tentang
partai politik sebagai pengendali kekuasaan. Perjalanan sejarah
kehidupan partai poliik di Indonesia secara garis besarnya dapat
dijelaskan sebagai berikut :
- Masa pra kemerdekaan
Organisasi modern pertama di Indonesia
yang melakukan perlawanan terhadap penjajah (tidak secara fisik) adalah
Budi Utomo yang didirikan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908. Pada
awalnya, organisasi ini berkembang di kalangan pelajar dalam bentuk
studieclub dan organisasi pendidikan. Namun dalam perkembangan
berikutnya, ia menjadi partai politik yang didukung kaum terpelajar dan
massa buruh tani.
- Masa pasca kemerdekaan (tahun 1945-1965)
Tumbuh suburnya partai-partai politik
pasca kemerdekaan, didasarkan pada Maklumat Pemerintah tertanggal 3
November 1945 yang ditandantangani Wakil Presden Moh. Hatta yang antara
lain memuat keinginan pemerintah akan kehadiran partai politik agar
masyarakat dapat menyalurkan aspirasi (aliran pahamnya) secara teratur.
Sejak dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tersebut, dapat diklasifikasi
sejumlah partai politik yang ada sebagai berikut :
1). Dasar Ketuhanan : a) Partai Masjumi,
b) Partai Sjarikat Indonesia, c) Pergerakan Tarbiyan Islamiah (Perti),
d) Partai Kristen Indonesia (Parkindo), e) Nahdlatul Ulama (NU), dan f)
Partai Katolik.
2). Dasar Kebangsaan : Partai Nasional
Indonesia (PNI), Partai Indonesia Raya (Parindra Persatuan Indonesia
Raya (PIR), Partai Rakyat Indonesia (PRI), Partai Demokrasi Rakyat
(Banteng), Partai Rakyat Nasional (PRN), Partai Wanita Rakyat (PWR),
Partai Kebangsaan Indonesia (Parki), Partai Kedaulatan Rakyat (PKR),
Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI), Ikatan Nasional Indonesia (INI),
Partai Rakyat Jelata (PRJ), Partai Tani Indonesia (PTI), Wanita
Demokrasi Indonesia (PTI).
3). Dasar Marxisme : Partai Komunis
Indonesia (PKI), Partai Sosialis Indonesia, Partai Murba, Partai Buruh,
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai).
4). Dasar Nasionalisme: Partai Demokrat
Tionghoa (PTDI), Partai Indonesia Nasional(PIN), Partai Ikatan Pendukung
Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Masa Orde baru (tahun 1966-1998).
Awal kebangkitan orde baru (1966) dalam
melakukan pembelahan institusi politik, tetap berpandang bahwa jumlah
partai politik yang terlalu banyak tidak menjamin stabilitas politik.
Usaha pertama disamping memulihkan partai-partai yang tidak secara resmi
dilarang, adalah menyusun undang-undang tentang pemiluyang dianggap
sesuai dengan perkembangan masyarakat saat itu. Dan pemilu yang
direncanakan dilaksanakan dalam waktu dekat, ternyata baru terlaksana
tahun 1971 dengan peserta sebanyak 10 partai politik. (Golkar, Parmusi,
NU, PSII, Partai Islam, Parkindo, Partai Katolik, PNI, Murba, dan IPKI).
Hasil Pemilu 1971 menunjukkan kemenangan
Golkar yang diikuti oleh Parmusi, NU dan PNI. Selanjutnya dengan
diberlakukannya UU RI no. 03 tahun 1957, Pemilu tahun 1977 dan 1982
hanya diikuti oleh 3 ( tiga) peserta :
1). PPP dengan ciri ke-islaman dan ideologi islam.2). Golkar dengan ciri kekayaan dan keadilan sosial.
3). PDI dengan ciri demokrasi, kebangsaan (nasionalisme), dan kedilan
Pada pemilu tahun 1987 dan 1992 dengan
diberlakukannya UU NO. 3 tahun 1985, partai politik dan Golkar
ditetapkan hanya mempergunakan satu-satunya asas, yaitu Pancasila dengan
tujuan agar setiap kontestan pemilu lebih berorientasi pada program
kerja masing-masing. penerapan atas tersebut langsung sampai dengan
pelaksanaan pemilu 1997. fakta memperlihatkan bahwa selama pemilu orde
baru, golkar selalu dominan. dalam pemilu 1971 golkar meraih (62,8%),
tahun 1997 (62,1%), tahun 1982 (64,3%), tahun 1987 (73,2%) tahun 1992
(68,1%) dan pada tahun 1997 (70,2%).
Era orde baru mengalami antiklimaks
kekuasaan setelah pada akhir tahun 1997 negara Indonesia
mengalami krisis moneter yang selanjutnya berkembang menjadi krisis
multidimensi karena terperangkap hutang luar negeri yang besar dan
banyaknya praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) yang melibatkan
pejabat birokrasi dan pengusaha.
- Masa/Era Repormasi (tahun 1999 s.d.sekarang)
Era reformasi benar-benar merupakan arus
angin perubahan menuju demokratisasi dan asas keadilan. Partai-partai
politik diberikan kesempatan untuk hidup kembali dan mengikuti pemilu
dengan multipartai yang terselenggarakan pada tahun 1999 berdasarkan
undang-undang No. 3 tahun 1999. sangat mengejutkan bagi semua manusia
elemen masyarakat Indonesia ternyata paska-orde baru pemilu diikuti
sebanyak 48 partai politik.
b. Kelompok kepentingan (interest group)
Kelompok kepentingan (interest group),
dalam gerak langkahnya akan sangat tergantung pada sistem kepartaian
yang diterapkan dalam suatu negara. Aktivitas kelompok kepentingan
umumnya menyangkut tujuan-tujuan yang lebih terbatas, dengan
sasaran-sasaran yang monolitis dan intensitas usaha yang tidak
berlebihan.
Menurut Gabriel A. Almond, kelompok kepentingan dapat diidentifikasikan ke dalam jenis-jenis kelompok sebagai berikut :- Kelompok Anomik : kelompok yang terbentuk dari unsur–unsur masyarakat secara spontan dan seketika akibat isu kebijakan pemerintah, agama, politik, dsb.
- Kelompok non-asosiasional: Kelompok yang berasal dari unsur keluarga dan keturunan atau etnik, regional, status dan kelas yang menyatakan kepentingannya berdasarkan situasi.
- Kelompok insitusional : kelompok yang bersifat formal dan memiliki fungsi–fungsi politik atau sosial.
- Kelompok asosiasional: Kelompok yang menyatakan kepentinganya secara khusus, memakai tenaga professional dan memiliki prosedur yang teratur untuk merumuskan kepentingan dan tuntutan.
Kelompok kepentingan pada negara
totaliter (partai tunggal) pada umumnya dianut oleh negara komunis
(Rusia, RRC, Vietnam, Korea Utara, Kuba, dan lain-lain). David Lane,
(seorang analisis politik) mengidentifikasi 5 (lima) kategori kelompok
kepentingan di Uni Soviet (Rusia), yaitu:
a. Elite politik, seperti anggota-anggota politburo
b. Kelompok-kelompok institusional, sepsrti serikat-serikat datang.c. Kelompok-kelompok pembangkang setia, seperti para dokter dan guru
d. Pengelompokan-pengelompokan sosial yang tidak terorganisir dalam satu kesetian, seperti petani dan tukang.
e. Kelompok-kelompok yang tidak
terorganisir dalam satu kesatuan, yang bukan merupakan bagian dariaparat
Soviet (Rusia), atau yang mempunyai jarak dengan rezim penguasa,
seperti kelompok intelektual yang menentang rezim atau anggota
sekte-sekte keagamaan tertentu.
Pada negara yang menerapkan sistem dua
partai, disiplin partai baik dalam parlemen maupun kabinetrelatif lebih
ketat dan hal ini merupakan kendala tersendiri terutama untuk mendukung
sepenuhnya program-program kelompok-kelompok tertentu.
Di negara berkembang pada umumnya. dan
khususnya di Indonesia masyarakat yang tergabung dalam kelompok
kepentingan biasanya sensitive terhadap isu politik dalam lingkup
kelompok politik yang sempit. Masyarakat masih dibatasi realita
politiknya (terutama masa orde baru) oleh para pemegang kekuasaan
negara/pemerintah. Dengan asumsi demi stabilitas politik. Tampak bahwa
pada masa itu pemegang kekuasaan negara/pemerintah cukup tangguh
mengendalikan kehidupan politik supaya terdapat keleluasaanbagi proses
pembangunan bidang kehidupan lainnya.
Namun pasca Orde Baru (tahun 1998) yang
disebut dengan era reformasi, masyarakat berperan aktif dalam
menumbuhkan sangkar partisipasi politik “demokratisasi” setelah selama
32 tahun dikekang dengan berbagai instrument politik dan peraturan
perundangan. Berkembangnya sistem politik di Indonesia dewasa ini tidak
lepas dari peran kelompok kepentingan yang selama Orde Baru berkuasa
berseberangan, terutama dari kalangan akademisi, politikus, lembaga
swadaya masyarakat, pengusaha, dan sebagainya.
c. Kelompok Penekan (pressure group)
Kelompok penekan merupakan salah satu
institusi politik yang dapat dipergunakan oleh rakyat untuk menyalurkan
aspirasi dan kebutuhannya dengan sasaran akhir adalah untuk mempengaruhi
atau bahkan membentuk kebijakan pemerintah. Kelompok penekan dapat
terhimpun dalambeberapa asosiasi yang mempunyai kepentingan sama, antara
lain :
a. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)b. Organisasi-organisasi sosial keagamaan
c. Organisasikepemudaan
d. Organisasi Lingkungan Kehidupan
e. Organisasi pembela Hukum dan HAM
f. Yayasan atau Badan hukum lainnya,
Mereka pada umumnya dapat menjadi kelompok penekan dengan cara mengatur
orientasi tujuan-tujuannya yang secara operasional (melakukan negosiasi)
sehingga dapat mempengaruhi kebijaksanaan umum.
Dalam realitas kehidupan politik, kita
mengenal berbagai kelompok penekan baik yang sifatnya sektoral maupun
regional. Tujuan dan target mereka biasanya bagaimana agar keputusan
politik berupa undang-undang atau kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah lebih menguntungkan kelompoknya (sekurang-kurangnya tidak
merugikan).
Kelompok penekan, kadang-kadang muncul
lebih dominan dibanding dengan partai politik, manakala partai politik
peranannya tidak bisa lagi diharapkan untuk mengangkat isu sentral yang
mereka perjuangkan. Kondisi inilah yang mendorong kelompok penekan
tampil ke depan sebagai alternative terkemuka.
d. Media komunikasi politik (political communication media)
Media komunikasi politik merupakan salah
satu instrument politik yang dapat berfungsi untuk menyampaikan
informasi dan persuasi mengenai politik baik dari pemerintah kepada
masyarakat maupun sebaliknya. Media komunikasi seperti surat kabar,
telepon, fax, internet, televise, radio, film, dan sebagainya dapat
memainkan peran penting terhadap penyampaian informasi serta
pembentukan/mengubah pendapat umum dan sikap politik publik.
e. Tokoh Politik (political/figure)
Pengangkatan tokoh-tokoh merupakan
proses transformasi seleksi terhadap anggota-anggota masyarakat dari
berbagai sub-kluktur, keagamaan, status sosial, kelas, dan atas dasar
isme-isme kesukuan dan kualifikasi tertentu, yang kemudian
memperkenalkan mereka pada peran-peran khusus dalam sistem politik. Bagi
actor-aktor politik itu sendiri, pengangkatan diri mereka selalu
melalui proses, yaitu :
- Transformasi dari peranan-peranan non-politis kepada suatu situasi di mana mereka menjadi cukup berbobot memainkan peranan-peranan politik yang bersifat khusus.
-
Pengangkatan dan penugasan untuk menjalankan tugas-tugas politik yang selama ini belum pernah mereka kerjakan, walaupun mereka telah cukup mampu untuk mengemban tugas seperti itu. Proses pengangkatan itu melibatkan baik persyaratan status maupun penyerahan posisi khusus pada mereka.
Di dalam benak masyarakat sering timbul
pertanyaan apakah pengangkatan tokoh-tokoh politik akan pengaruh besar
terhadap pembangunan dan perubahan? Pada umumnya pengangkatan
tokoh-tokoh politik akan memberikan angin segar dalam memaparkan
beberapa komponen perubahan dalam segala untuk dan menifestasinya.
Pengangkatan tokoh-tokoh politik akan
berakibat terjadinya pergeseran di sector infrastruktur politik,
organisasi, asosiasi-asosiasi, kelompok-kelompok kepentingan serta
derajat politisasi dan partisipasi masyarakat.
Menurut Lester G. Seligman , proses pengangkatan tokoh-tokoh politik akan berkaitan dengan beberapa aspek , yakni :
a. Leditimasi elit politikb. Masalah kekuasaan
c. Representativitasi elit politik
d. Hubungan antara pengangkatan tokoh-tokoh politik dengan perubahan politik.
Di negara-negara demokrasi pada umunya,
pengangkatan tokoh-tokoh politik dilakukan melalui pemilihan umum. Hal
ini akan berbeda jika dilaksanakan di negara-negara totaliter, diktator
atau otoriter.
2. Suprastruktur Politik
Suprastruktur politik (elit pemerintah)
merupakan mesin politik resmi di suatu negara sebagai penggerak politik
formal. Kehidupan politik pemerintah bersifat kompleks karena akan
bersinggungan dengan lembaga-lembaga negara yang ada, fungsi, dan
wewenang/kekuasaan antara lembaga yang satu dengan yang lainnya. Suasana
ini pada umumnya dapat diketahui didalam konstitusi atau Undang-Undang
Dasar dan peraturan perundang-undangan suatu negara.
Dalam perkembangan ketatanegaraan modern, pada umunya elit politik pemerintah dibagi dalam kekuasaan eksekutif (pelaksana undang-undang), legislative (pembuat undang-undang), dan yudikatif (yang mengadili pelanggaran undang-undang), dengan sistem pembagian kekuasaaan atau pemisahan kekuasaan.
Untuk terciptanya dan mantapnya kondisi
politik negara, suprastruktur politik harus memperoleh dukungan dari
infrastruktur politik yang mantap pula. Rakyat, baik secara berkelompok
berupa partai politik atau organisasi kemasyarakatan, maupun secara
individual dapat ikut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui
wakil-wakilnya.
Suprastruktur politik di negara
Indonesia sejak bergulirnya gerakan reformasi tahun 1998 sampai dengan
tahun 2006 telah membawa perubahan besar di dalam sistem politik dan
ketatanegaraan Republik Indonesia. Era reformasi disebut juga sebagai
“Era kebangkitan Demokrasi”.
Reformasi di bidang politik dan hukum
ketatanegaraan, yaitu dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945
selama 4 (empat kali) dari tahun 1999-2002. Amandemen pertama disahkan
(19 Oktober1999), kedua ( 18 Agustus 2000), ketiga (10 November 2001),
dan keempat (10 Agustus 2002). Amandemen UUD 1945 tersebut telah
mengubah struktur suprapolitik di Indonesia.
terima kasih artikelnya.
BalasHapuswww.kiostiket.com
kontennya bagus. Thanks
BalasHapus